SEJARAH SINGKAT YAYASAN TARAKANITA
“... Mei 1837, Kongregasi mulai merintis karya pendidikan
dalam bentuk yang masih sangat sederhana, yaitu memberikan pelajaran hasta
karya pada anak-anak miskin”. Menjelang usia 100 tahun Kongregasi CB, ekspansi
karya kerasulan Kongregasi mulai merambah ke wilayah-wilayah jajahan Belanda,
termasuk Indonesia.
Karya awal pendidikan mulai dirintis di Bengkulu. Tanggal 10 Agustus 1929 para Suster CB diundang untuk mengambil alih HCS yang semula dikelola oleh para Imam SCJ. Ketika karya SCJ melebar ke Lahat, dibukalah pula sekolah di sana. Sebuah rumah sewaan di Lematang Boulevard disewa sebagai tempat tinggal para Suster yang pada bulan Juli 1935 memulai bekerja di sekolah anak-anak berbangsa Tionghoa, Eropa, dan pribumi. Karya pendidikan di Lahat kemudian berkembang dengan munculnya gagasan mendirikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
Di Yogyakarta, karya layanan pendidikan dimulai sejak tahun 1935 dengan mengajar di sekolah-sekolah Katolik (HCS di Yogyakarta, Volkschool di Gowongan, dan juga Kanisius di Ganjuran). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia atas inspirasi Sr. Laurentia, CB dan Sr. Catharinia, CB didirikanlah berbagai sekolah di Yogyakarta. Mengingat semakin kompleksnya pengelolaan sekolah-sekolah tersebut, Missie Overste bersama Sr. Catharinia, CB yang waktu itu menjadi "supervisor" sekolah-sekolah CB mengadakan pembicaraan dan mengambil keputusan untuk mendirikan suatu yayasan pendidikan.
Pada tanggal 29 April 1952, 4 Suster CB (Sr. Ursulia, Sr. Chatarinia, Sr. Bernardia, dan Sr. Marie Johanna), 3 Awam (Ny. Hardjasoebrata, Tuan Marcus Manguntijoso, Tuan E. Soedarmo), dan 1 Pastor (Romo Van Thiel, SJ), sepakat mendirikan sebuah badan hukum yang bernama Yayasan Tarakanita. Yayasan Tarakanita sendiri secara resmi didirikan pada hari Senin, tanggal 7 Juli 1952 yang disahkan oleh Notaris R.M. Wiranto di Yogyakarta dengan Akte Notaris nomor 3. Pada waktu didirikan Yayasan Tarakanita berkedudukan di Yogyakarta dengan alamat Jl. Terban Taman (sekarang: Jl. Cik Di Tiro) nomor 30. Akte tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Sejak awal didirikan, Yayasan Tarakanita bernaung dalam terang iman Katolik yang berazaskan Pancasila, turut berpartisipasi/berperan dalam pembangunan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta pelayanan sosial lainnya, mendidik dan mencerdaskan serta mempersiapkan tenaga-tenaga terampil dalam segala bidang yang kesemuanya itu dijiwai dengan semangat injili. Dalam naungan semangat Santo Carolus Borromeus dan Bunda Elisabeth Gruyters , Yayasan menyelenggarakan Sekolah-sekolah Umum maupun Kejuruan sebagai bentuk keterlibatan nyata turut dalam upaya mencerdaskan generasi muda bangsa dengan membantu terbentuknya pribadi utuh dan berbelarasa.
Untuk mendukung karya pendidikan tersebut, Yayasan Tarakanita yang sekarang bertempat di Jl. Salemba Tengah No. 23 Jakarta Pusat, mengelola 7 Wilayah: Bengkulu dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Carolus), Lahat dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Yosef), Tangerang dengan 8 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Gading Serpong dan TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Citra Raya), Jakarta dengan 18 Sekolah (5 TK, 5 SD, 5 SMP, 2 SMA dan 1 SMK), Yogyakarta dengan 10 Sekolah (TK-SD Tarakanita Bumijo, SD Tarakanita Tritis dan Ngembesan, SMP Stella Duce I dan II, SMA Stella Duce I, II, dan III), Jawa Tengah dengan 9 Sekolah (TK, SD, SMP Tarakanita Magelang, SMP Pendowo Ngablak, SMA Tarakanita dan SMK Pius X Magelang, TK, SD, SMP Solo Baru), Surabaya dengan 8 Sekolah (TK-SD Kartini, SD-SLTP Santo Yosef, dan TK, SD, SMP, SMA Carolus).
Karya awal pendidikan mulai dirintis di Bengkulu. Tanggal 10 Agustus 1929 para Suster CB diundang untuk mengambil alih HCS yang semula dikelola oleh para Imam SCJ. Ketika karya SCJ melebar ke Lahat, dibukalah pula sekolah di sana. Sebuah rumah sewaan di Lematang Boulevard disewa sebagai tempat tinggal para Suster yang pada bulan Juli 1935 memulai bekerja di sekolah anak-anak berbangsa Tionghoa, Eropa, dan pribumi. Karya pendidikan di Lahat kemudian berkembang dengan munculnya gagasan mendirikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
Di Yogyakarta, karya layanan pendidikan dimulai sejak tahun 1935 dengan mengajar di sekolah-sekolah Katolik (HCS di Yogyakarta, Volkschool di Gowongan, dan juga Kanisius di Ganjuran). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia atas inspirasi Sr. Laurentia, CB dan Sr. Catharinia, CB didirikanlah berbagai sekolah di Yogyakarta. Mengingat semakin kompleksnya pengelolaan sekolah-sekolah tersebut, Missie Overste bersama Sr. Catharinia, CB yang waktu itu menjadi "supervisor" sekolah-sekolah CB mengadakan pembicaraan dan mengambil keputusan untuk mendirikan suatu yayasan pendidikan.
Pada tanggal 29 April 1952, 4 Suster CB (Sr. Ursulia, Sr. Chatarinia, Sr. Bernardia, dan Sr. Marie Johanna), 3 Awam (Ny. Hardjasoebrata, Tuan Marcus Manguntijoso, Tuan E. Soedarmo), dan 1 Pastor (Romo Van Thiel, SJ), sepakat mendirikan sebuah badan hukum yang bernama Yayasan Tarakanita. Yayasan Tarakanita sendiri secara resmi didirikan pada hari Senin, tanggal 7 Juli 1952 yang disahkan oleh Notaris R.M. Wiranto di Yogyakarta dengan Akte Notaris nomor 3. Pada waktu didirikan Yayasan Tarakanita berkedudukan di Yogyakarta dengan alamat Jl. Terban Taman (sekarang: Jl. Cik Di Tiro) nomor 30. Akte tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Sejak awal didirikan, Yayasan Tarakanita bernaung dalam terang iman Katolik yang berazaskan Pancasila, turut berpartisipasi/berperan dalam pembangunan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta pelayanan sosial lainnya, mendidik dan mencerdaskan serta mempersiapkan tenaga-tenaga terampil dalam segala bidang yang kesemuanya itu dijiwai dengan semangat injili. Dalam naungan semangat Santo Carolus Borromeus dan Bunda Elisabeth Gruyters , Yayasan menyelenggarakan Sekolah-sekolah Umum maupun Kejuruan sebagai bentuk keterlibatan nyata turut dalam upaya mencerdaskan generasi muda bangsa dengan membantu terbentuknya pribadi utuh dan berbelarasa.
Untuk mendukung karya pendidikan tersebut, Yayasan Tarakanita yang sekarang bertempat di Jl. Salemba Tengah No. 23 Jakarta Pusat, mengelola 7 Wilayah: Bengkulu dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Carolus), Lahat dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Yosef), Tangerang dengan 8 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Gading Serpong dan TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Citra Raya), Jakarta dengan 18 Sekolah (5 TK, 5 SD, 5 SMP, 2 SMA dan 1 SMK), Yogyakarta dengan 10 Sekolah (TK-SD Tarakanita Bumijo, SD Tarakanita Tritis dan Ngembesan, SMP Stella Duce I dan II, SMA Stella Duce I, II, dan III), Jawa Tengah dengan 9 Sekolah (TK, SD, SMP Tarakanita Magelang, SMP Pendowo Ngablak, SMA Tarakanita dan SMK Pius X Magelang, TK, SD, SMP Solo Baru), Surabaya dengan 8 Sekolah (TK-SD Kartini, SD-SLTP Santo Yosef, dan TK, SD, SMP, SMA Carolus).
Sejarah berdirinya pendidikan
Tarakanita oleh para suster CB di Indonesia,bermula dari tanah Sumatera.
Diawali oleh kehadiran empat orang suster CB di Bengkulu yang berangkat dari
Batavia pada 19 Desember 1929 yaitu Sr.Hadeline Jagtman sebagai pemimpin
kounitas, Sr.Carolus Hazenbosch sebagai guru,Sr.Fabiola de Keijzer untuk taman
kanak – kanak , dan Sr.Jaequeline van Nieuwenhaven sebagai perawat. Karya
pelayanan pendidikan yang pertama tersebut tidak lepas dari adanya undangan dan
kerjasama para Romo SCJ yang sudah terlebih dahulu berkarya membuka sekolah
disana. Pada 6 Januari 1930 terjadilah penyerahan pengelolaan HHCS Bengkulu
dari tangan para Romo SCJ kepada para suster CB.
Selanjutnya , karya pelayanan
pendidikan bersemi di daerah Lahat yang di awali oleh hadirnya tiga suster CB
pada pertengahan 1935. Karya pelayanan pendidikan terus berkembang. Para suster
memimpikan adanya sekolah MULO di Lahat. Sr Laurentia de Sain yang waktu itu
menjadi kepala HCS di Bengkulu dengan sangat gigih memperjuangkan terwujudnya
impian para suster di lahat. Bapak Uskup Palembang sendiri sebenarnya kurang
mendukung cita – cita pendirian MULO di Lahat karena dianggap resikonya terlalu
besar, tetapi berkat keuletan dan semangat perjuangan Sr.Laurentia akhirnya
Bapak Uskup member izin untuk mencobanya.kemudian datanglah Sr.Catharinia
Liedmeir dari Nederland untuk membantu mendirikan MULO di Lahat. Sementara itu
Sr.Laurentia pindah dari Bengkulu ke Lahat dalam rangka mempersiapkan lahirnya
MULO di Lahat. Bersama Sr.Catharinia , mereka berdua berhasil membuka MULO di
Lahat pada 1 Agustus 1937.
Dijawa sendiri karya pelayanan
pendidikan juga bermula dari tawaran kerjasama dari gereja setempat. Ordo salib
Suci pada tahun 1927 mengambil alih pelayanan gereja di garut,Bandung,dan
sekitarnya dari para imam yesuit dan mulai membuka HCS.Pada tahun 1935
Mgr.Goumans, OSC meminta kepada para suster CB untuk berkarya di sekolah HCS
tersebut. Waktu itu pemimpin kongregasi mengutus Sr.Yvonne Suwarti , suster CB
pribumi yang pertama di Indonesia dan Sr.Lamberte Kooter yang datang dari
Nederland untuk membantu karya pendidikan di Garut.Namun Sayang ,sesudah tahun
1945,karena keadaan di Garut dan sekitarnya tidak aman,dan kiranya sulit sekali
untuk dapat berkarya kembali di Garut,maka sekolah dan biara di Garut di
alihkan kepada Ordo Salib Suci pada tahun 1957.
Karya pendidikan di daerah Jawa
Tengah,diawali dengan tawaran Vikariat Apostolik Semarang kepada para suster CB
pada awal tahun 1941,untuk membantu para room MSF yang sejak 1932 memulai karya
pendidikan di Semarang, Pati , dan Kudus. Di Kudus ,para room MSF membuka
sebuah HCS yang murid-muridnya berasal dari keluarga Thiong Hwa yang
berada/ekonomi mampu. Sekolah HCS inilah yang oleh Vikariat Semarang ditawarkan
kepada Kongregasi CB untuk di kelola. Tanggal 24 Mei 1941 Kongregasi CB
menerima tawaran tersebut. Pada 15 Juli 1941 berangkatlah beberapa suster CB
dari Yogyakarta yang akan berkarya di Kudus, yaityu Sr.Techildis sebagai
pemimpin komunitas, Sr.Jose van den Berg , Sr. Adria Sukanti, Sr.Gonzalne
Wasdorp , dan Sr.Marie Tarsisius Willemse , yang waktu itu masih novis ( Calon
suster CB ). Sayang,karya di Kudus terpaksa di hentikan pada 8 Desember 1941
karena Perang Pasifik meletus.
Sesudah Perang pasifik,para suster
CB tidka lagi melanjutkan karya pelayanan pendidikan di Kudus, tetapi
membuka pelayanan pendidikan yang baru di Magelang. Para suster CB datang pertama
kali pada 27 Juni 1952. Tiga suster mulai berkarya di Magelang,tepatnya di SD
Kanisius Magelang,yaitu Sr.Chantal Jonckbloedt , Sr.Consepta Suminah, dan
Sr.Borromeo Sumirah. Dibawah pimpinan Sr.Laurentia, mereka mulai mendiami “
rumah samping “ milik para suster OSF yang sudah rusak sampai akhirnya berdiri
komunitas baru di Magelang, yang di berinama komunitas Pius X,dibawah lindungan
Santo Pius X.
Karya pelayanan pendidikan di
Yogyakarta di awali 1935 atas permintaan Yayasan kanisius.Ada beberapa suster
yang mulai membantu mengajar di sekolah – sekolah katolik, yaitu di sekolah
semacam HCS di daerah Loji Kecil, yang dikenal dengan nama School voor de
Chineesche Leerlingen, sekolah rakyat ( Volkschool ) di Gowongan , dan di
Ganjuran.
Mula – mula sekolah Kanisius
Gowongan bernama Standaard School tau sekolah standar, yang terdiri dari kelas
I sampai kelas V. Pada 1935 dibuka semacam kelas sekolah lain yaitu sekolah
Dasar hanya untuk remaja putrid dari kelas I sampai kelas VI. Sekolah ini
dibagi menjadi dua bagian : Kelas I sampai kelas III disebut Volkschool
atau di singkat VS , Kelas IV sampai kelas VI di sebut Meisjes Vervolgschool ,
disingkat MVS.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945, atas dasar inspirasi atau “ impian “ dari
Sr.Laurentia De Sain dan Sr. Catharinia Liedmeier sewaktu mereka berdua masih
berada di camp tahanan Jepang di Muntok ( Pulau Bangka ) , di Yogyakarta mulai
didirikan berbagai sekolah , yaitu SMP Stella Duce Dagen , SMAK Stella Duce di
jalan Sumbing, dan SGA Stella Duce yang awalnya menempati sebuah garasi milik
Dr.Yap di alan Code, Kotabaru , yang sekarang menjadi gedung RRI.
Semula segala urusan administrasi
dan subsidi di laksanakan oleh Yayasan Kanisius , yang menjadi milik romo
yesuit , tetapi melihat perkembangan urusan yang semakin banyak, yang juga
berate bertambahnya beban tugas Yayasan Kanisius, maka missie overste para
suster CB di Indonesia yaitu Sr. Laurentia bersama dewannya dan
Sr.Catharinia yang waktu itu diberi tugas sebagai “ supervisor “ sekolah –
sekolah milik CB, mengadakan pembicaraan bersama, yang akhirnya mengambil
keputusan mendirikan suatu yayasan pendidikan. Keputusan itu di ambil pada 29
April 1952.,yang bertepatan dengan hari jadi Kongregasi CB yang ke – 115.
Memang keputusan tersebut baru terwujud secara resmi di hadapan Notaris
Rm.Wiranto di Yogyakarta pada 7 Juli 1952. Yayasan pendidikan itu diberi nama
Yayasan Tarakanita. Adapun yang mengusulkan nama “ Tarakanita “ adalah Almarhum
Bapak E. Djaja Endro, guru bahasa Jawa Kuno di SMAK Stella Duce. Tarakanita
artinya “ Bintang Penuntun “. Tarakanita diambil dari Bahasa Sansekerta , yang
dalam bahasa latin “ Stella Duce “.
Para pendiri Yayasan Tarakanita
adalah sebagai berikut :
Sr. Ursulia CB , Sr.Catharinia CB ,
Sr.Bernardia CB , Sr.Marie Johanna CB , Ibu Hardjosoebroto , Bapak Markus
Manguntiyoso , Bapak E.Sudarmo , dan Romo Van Thiel SJ.
Tawaran untuk membantu karya
pelayanan pendidikan dari Gereja terus mengalir di berbagai daerah.Pada awal
kemerdekaan Indonesia,ketika Batavia ( Jakarta ) menjadi ibukota Republik
Indonesia, Mgr. Willekens meminta Murder Laurentia untuk membantu mengembangkan
pendidikan di Ibukota. Tawaran tersebut baru di tanggapi dan ditangani pada
tahun 1953 bersamaa dibukanya Novisiat CB di Kebayoran Baru. Dua orang
novisnya, Sr.Emmanuella Jansen dan Sr.Marije Peters yang datang bersama
Sr.theodora dari Belanda mulai mengajar di SD strada. Pada 1954 , karena
persiapan untuk profesi ( pengikraran kaul ) keuda suster tersebut di gantikan
oleh Sr. Borrmeo Sumirah menggantikan Ibu Sardjono menjadi Kepala Sekolah di SD
tersebut. Karya pendidikan Ibu Sardjono menjadi Kepala Sekolah di SD tersebut
.Karya pendidikan berkembang dengan baik, maka pada tahun 1957 Yayasan
Strada menawarkan kepada pimpinan tarekat untuk mengambil alih pengelolaan
seklah tersebut. Pada 1959 terjadi pengambil alihan pengelolaan sekolah, dan
nama sekolahnya dig anti menjadi SD Tarakanita.
Sedikit demi sedikit karya pelayanan
pendidikan para suster CB terus berkembang. Atas dorongan Mgr.A. Djajaseputro
banyak dibuka sekolah baru dari tingkat TK, SD sampai SMA , dan SMEA/SMK baik
di daerah Blok.B , Blok QQ, Patal Senyan di daerah Kebayoran, Pulo Raya, Pluit,
dan Rawamangun.
SMEA Tarakanita dan LPK Tarakanita
didirikan secara bersamaan atas prakarsa Sr.Emmanuella yang pada waktu itu
menjabat sebagai kepala sekolah SMA Tarakanita 1 Pulo Raya, tepatnya pada 10
Januari 1968. SMEA/SMK Tarakanita menempati gedung lantai III, sedangkan lantai
I & II di pakai untuk SMA Tarakanita 1. Siang hari gedung sekolah di
gunakan untuk LPK.
Pada 1972, LPK berubah menjadi
Aksek/LPK Tarakanita dari tahun ke tahun mningkat baik dalam kualitas maupun
kuantitas. Peningkatan tersebut menyebabkan kampus Pulo Raya tidak lagi
menadai. Demi peningkatan mutu pelayan, didirikan kampus baru di Pondok Kelapa
Jakarta Timur. Pada 1990 seluruh sivitas akademi pindah ke kampus baru. Mulai
2002, AKSEK / LPK Tarakanita.
Di Yogyakarta, pada 2 Februari 1967,
dengan diprakarsai oleh Sr.Vincenza CB , didirikanlah Akademi Kewanitaan,
di singkat AKWA, untuk gadis – gadis lulusan SMA yang tidak dapat melanjutkan
belajar di perguruan tinggi,terutama mereka yang langsung mempersiapkan diri
untuk membangun keluarga. Tujuannya ialah untuk memberikan bekal, berbagai
macam pengetahuan, dan keterampilan dalam mendidik anak , cara bergaul yang
sehat dalam bermasyarakat, dan mengelola kehidupan rumah tangga yang dapat di
pertanggung jawabkan.
AKWA,yang awalnya beraifat non –
formal berkembang lebih lanjut dalam jalur pendidikan formal. Lewat SK Kopertis
wilayah IV Yogyakarta, pada 18 Mare 1974, secra resmi, AKWA terdaftar menjadi
akademi dengan nama AKTA ( Akademi Kesejahteraan Keluarga dan Teknologi
Kerumahtanggaan ) Tarakaita dengan masa pendidikan tiga tahun. Dalam
perkembangan selanjutnya, lewat SK Menteri P&K RI No.1317/1086,tertanggal
23 Juli 1985, nama AKWA di ubah menjadi AKS ( Akademi Kesejahteraan Sosial )
Tarakanita, yang resminya bernama AKS “ AKTK “ Tarakanita dengan empat program
studi, yaitu Tata Boga , Tata Busana, Tata Griya ,dan teknologi Kesejahteraan
Sosial. Pengelolaan AKS Tarakanita semula ditangani oleh Yayasan Tarakanita
Cabang Yogyakarta,namun pada 1992 diambil alih oleh Kantor Pusat Yayasan
Tarakanita di Jakarta. Karena Yayasan Tarakanita hanya menangani pengelolaan
pendidikan dasar dan menengah, maka pada 2003, dalam hal pengelolaan, AKS
Tarakanita diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Tinggi Tarakanita.
Tahun 1995 karya pelayanan
pendidikan para suster CB melebar sampai di Tangerang – Banten Hal ini
sebagai tanggapan atas tawaran dari PT.Jakarta Baru Cosmopolitan untuk membuka
sekolah di lingkungan Perumahan Gading Serpong. Dan untuk menanggapi kebutuhan
gereja setempat, atas dukungan Mgr.Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ , di buka
sekolah di daerah Citra Raya, Tangerang.
Karya pelayanan pendidikan suster CB
tidak hanya untuk melayani masyarakat di perkotaan saja. Panggilan pelayanan
pendidikan untuk masyarakat kecil, miskin di daerah terpencil pun di tanggapi.
Awal 1973, SD Katolik Ngembesan di daerah Wonokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta
yang didirikan oleh Yayasan Aloysius Turi sejak tahun 1967, yang pada waktu itu
sering di pakai praktik oleh para siswa tahun 1967, pada waktu itu sering di
pakai praktik oleh para siswa SPSA ( SMPS ) Tarakanita di serahkan
pengelolaannya kepada Yayasan Tarakanita karena kesulitan pendanaan.
Peristiwa penyerahan tersebut terjadi pada 1 Januari 1973 dan dilaksanakan oleh
Bapak A. Harun atas nama Yayasan Aloysius Turi dan Sr. Bernardia dari
pihak Yayasan Tarakanita Yogyakarta. Sekolah dasar lain yang pengelolaannya
juga di serahkan kepada Yayasan Tarakanita bersama – sama SD Katolik Ngembesan
adalah SD Katolik Tritis ( Yang pada waktu itu merupakan “ sekolah jauh “ dari
SD Ngembesan sejak 1 Januari 1971 ). Sejak diserahkan pengelolaannya kepada
Yayasan Tarakanita, maka nama SD Katolik Ngembesan berubah menjadi nama SD
Tarakanita Ngembesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar