Sabtu, 19 September 2015

About Us



SEJARAH SINGKAT  YAYASAN TARAKANITA
“... Mei 1837, Kongregasi mulai merintis karya pendidikan dalam bentuk yang masih sangat sederhana, yaitu memberikan pelajaran hasta karya pada anak-anak miskin”. Menjelang usia 100 tahun Kongregasi CB, ekspansi karya kerasulan Kongregasi mulai merambah ke wilayah-wilayah jajahan Belanda, termasuk Indonesia.

Karya awal pendidikan mulai dirintis di Bengkulu. Tanggal 10 Agustus 1929 para Suster CB diundang untuk mengambil alih HCS yang semula dikelola oleh para Imam SCJ. Ketika karya SCJ melebar ke Lahat, dibukalah pula sekolah di sana. Sebuah rumah sewaan di Lematang Boulevard disewa sebagai tempat tinggal para Suster yang pada bulan Juli 1935 memulai bekerja di sekolah anak-anak berbangsa Tionghoa, Eropa, dan pribumi. Karya pendidikan di Lahat kemudian berkembang dengan munculnya gagasan mendirikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).

Di Yogyakarta, karya layanan pendidikan dimulai sejak tahun 1935 dengan mengajar di sekolah-sekolah Katolik (HCS di Yogyakarta, Volkschool di Gowongan, dan juga Kanisius di Ganjuran). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia atas inspirasi Sr. Laurentia, CB dan Sr. Catharinia, CB didirikanlah berbagai sekolah di Yogyakarta. Mengingat semakin kompleksnya pengelolaan sekolah-sekolah tersebut, Missie Overste bersama Sr. Catharinia, CB yang waktu itu menjadi "supervisor" sekolah-sekolah CB mengadakan pembicaraan dan mengambil keputusan untuk mendirikan suatu yayasan pendidikan.

Pada tanggal 29 April 1952, 4 Suster CB (Sr. Ursulia, Sr. Chatarinia, Sr. Bernardia, dan Sr. Marie Johanna), 3 Awam (Ny. Hardjasoebrata, Tuan Marcus Manguntijoso, Tuan E. Soedarmo), dan 1 Pastor (Romo Van Thiel, SJ), sepakat mendirikan sebuah badan hukum yang bernama Yayasan Tarakanita. Yayasan Tarakanita sendiri secara resmi didirikan pada hari Senin, tanggal 7 Juli 1952 yang disahkan oleh Notaris R.M. Wiranto di Yogyakarta dengan Akte Notaris nomor 3. Pada waktu didirikan Yayasan Tarakanita berkedudukan di Yogyakarta dengan alamat Jl. Terban Taman (sekarang: Jl. Cik Di Tiro) nomor 30. Akte tersebut sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Sejak awal didirikan, Yayasan Tarakanita bernaung dalam terang iman Katolik yang  berazaskan Pancasila, turut berpartisipasi/berperan dalam pembangunan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta pelayanan sosial lainnya, mendidik dan mencerdaskan serta mempersiapkan tenaga-tenaga terampil dalam segala bidang yang kesemuanya itu dijiwai dengan semangat injili. Dalam naungan semangat Santo Carolus Borromeus dan Bunda Elisabeth Gruyters , Yayasan menyelenggarakan Sekolah-sekolah Umum maupun Kejuruan sebagai bentuk keterlibatan nyata turut dalam upaya mencerdaskan generasi muda bangsa dengan membantu terbentuknya pribadi utuh dan berbelarasa.

Untuk mendukung karya pendidikan tersebut, Yayasan Tarakanita yang sekarang bertempat di Jl. Salemba Tengah No. 23 Jakarta Pusat, mengelola 7 Wilayah: Bengkulu dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Carolus), Lahat dengan 4 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Santo Yosef), Tangerang dengan 8 Sekolah (TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Gading Serpong dan TK, SD, SMP, SMA Tarakanita Citra Raya), Jakarta dengan 18 Sekolah (5 TK, 5 SD, 5 SMP, 2 SMA dan 1 SMK), Yogyakarta dengan 10 Sekolah (TK-SD Tarakanita Bumijo, SD Tarakanita Tritis dan Ngembesan, SMP Stella Duce I dan II, SMA Stella Duce I, II, dan III), Jawa Tengah dengan 9 Sekolah (TK, SD, SMP Tarakanita Magelang, SMP Pendowo Ngablak, SMA Tarakanita dan SMK Pius X Magelang, TK, SD, SMP Solo Baru), Surabaya dengan 8 Sekolah (TK-SD Kartini, SD-SLTP Santo Yosef, dan TK, SD, SMP, SMA Carolus).

 



Sejarah berdirinya pendidikan Tarakanita oleh para suster CB di Indonesia,bermula dari tanah Sumatera. Diawali oleh kehadiran empat orang suster CB di Bengkulu yang berangkat dari Batavia pada 19 Desember 1929 yaitu Sr.Hadeline Jagtman sebagai pemimpin kounitas, Sr.Carolus Hazenbosch sebagai guru,Sr.Fabiola de Keijzer untuk taman kanak – kanak , dan Sr.Jaequeline van Nieuwenhaven sebagai perawat. Karya pelayanan pendidikan yang pertama tersebut tidak lepas dari adanya undangan dan kerjasama para Romo SCJ yang sudah terlebih dahulu berkarya membuka sekolah disana. Pada 6 Januari 1930 terjadilah penyerahan pengelolaan HHCS Bengkulu dari tangan para Romo SCJ kepada para suster CB.

Selanjutnya , karya pelayanan pendidikan bersemi di daerah Lahat yang di awali oleh hadirnya tiga suster CB pada pertengahan 1935. Karya pelayanan pendidikan terus berkembang. Para suster memimpikan adanya sekolah MULO di Lahat. Sr Laurentia de Sain yang waktu itu menjadi kepala HCS di Bengkulu dengan sangat gigih memperjuangkan terwujudnya impian para suster di lahat. Bapak Uskup Palembang sendiri sebenarnya kurang mendukung cita – cita pendirian MULO di Lahat karena dianggap resikonya terlalu besar, tetapi berkat keuletan dan semangat perjuangan Sr.Laurentia akhirnya Bapak Uskup member izin untuk mencobanya.kemudian datanglah Sr.Catharinia Liedmeir dari Nederland untuk membantu mendirikan MULO di Lahat. Sementara itu Sr.Laurentia pindah dari Bengkulu ke Lahat dalam rangka mempersiapkan lahirnya MULO di Lahat. Bersama Sr.Catharinia , mereka berdua berhasil membuka MULO di Lahat pada 1 Agustus 1937.

Dijawa sendiri karya pelayanan pendidikan juga bermula dari tawaran kerjasama dari gereja setempat. Ordo salib Suci pada tahun 1927 mengambil alih pelayanan gereja di garut,Bandung,dan sekitarnya dari para imam yesuit dan mulai membuka HCS.Pada tahun 1935 Mgr.Goumans, OSC meminta kepada para suster CB untuk berkarya di sekolah HCS tersebut. Waktu itu pemimpin kongregasi mengutus Sr.Yvonne Suwarti , suster CB pribumi yang pertama di Indonesia dan Sr.Lamberte Kooter yang datang dari Nederland untuk membantu karya pendidikan di Garut.Namun Sayang ,sesudah tahun 1945,karena keadaan di Garut dan sekitarnya tidak aman,dan kiranya sulit sekali untuk dapat berkarya kembali di Garut,maka sekolah dan biara di Garut di alihkan kepada Ordo Salib Suci pada tahun 1957.

Karya pendidikan di daerah Jawa Tengah,diawali dengan tawaran Vikariat Apostolik Semarang kepada para suster CB pada awal tahun 1941,untuk membantu para room MSF yang sejak 1932 memulai karya pendidikan di Semarang, Pati , dan Kudus. Di Kudus ,para room MSF membuka sebuah HCS yang murid-muridnya berasal dari keluarga Thiong Hwa yang berada/ekonomi mampu. Sekolah HCS inilah yang oleh Vikariat Semarang ditawarkan kepada Kongregasi CB untuk di kelola. Tanggal 24 Mei 1941 Kongregasi CB menerima tawaran tersebut. Pada 15 Juli 1941 berangkatlah beberapa suster CB dari Yogyakarta yang akan berkarya di Kudus, yaityu Sr.Techildis sebagai pemimpin komunitas, Sr.Jose van den Berg , Sr. Adria Sukanti, Sr.Gonzalne Wasdorp , dan Sr.Marie Tarsisius Willemse , yang waktu itu masih novis ( Calon suster CB ). Sayang,karya di Kudus terpaksa di hentikan pada 8 Desember 1941 karena Perang Pasifik meletus.

Sesudah Perang pasifik,para suster CB tidka lagi melanjutkan karya  pelayanan pendidikan di Kudus, tetapi membuka pelayanan pendidikan yang baru di Magelang. Para suster CB datang pertama kali pada 27 Juni 1952. Tiga suster mulai berkarya di Magelang,tepatnya di SD Kanisius Magelang,yaitu Sr.Chantal Jonckbloedt , Sr.Consepta Suminah, dan Sr.Borromeo Sumirah. Dibawah pimpinan Sr.Laurentia, mereka mulai mendiami “ rumah samping “ milik para suster OSF yang sudah rusak sampai akhirnya berdiri komunitas baru di Magelang, yang di berinama komunitas Pius X,dibawah lindungan Santo Pius X.
Karya pelayanan pendidikan di Yogyakarta di awali 1935 atas permintaan Yayasan kanisius.Ada beberapa suster yang mulai membantu mengajar di sekolah – sekolah katolik, yaitu di sekolah semacam HCS di daerah Loji Kecil, yang dikenal dengan nama School voor de Chineesche Leerlingen, sekolah rakyat ( Volkschool ) di Gowongan , dan di Ganjuran.

Mula – mula sekolah Kanisius Gowongan bernama Standaard School tau sekolah standar, yang terdiri dari kelas I sampai kelas V. Pada 1935 dibuka semacam kelas sekolah lain yaitu sekolah Dasar hanya untuk remaja putrid dari kelas I sampai kelas VI. Sekolah ini dibagi menjadi dua bagian : Kelas I  sampai kelas III disebut Volkschool atau di singkat VS , Kelas IV sampai kelas VI di sebut Meisjes Vervolgschool , disingkat MVS.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, atas dasar inspirasi atau “ impian “ dari Sr.Laurentia De Sain dan Sr. Catharinia Liedmeier sewaktu mereka berdua masih berada di camp tahanan Jepang di Muntok ( Pulau Bangka ) , di Yogyakarta mulai didirikan berbagai sekolah , yaitu SMP Stella Duce Dagen , SMAK Stella Duce di jalan Sumbing, dan SGA Stella Duce yang awalnya menempati sebuah garasi milik Dr.Yap di alan Code, Kotabaru , yang sekarang menjadi gedung RRI.
Semula segala urusan administrasi dan subsidi di laksanakan oleh Yayasan Kanisius , yang menjadi milik romo yesuit , tetapi melihat perkembangan urusan yang semakin banyak, yang juga berate bertambahnya beban tugas Yayasan Kanisius, maka missie overste para suster CB di Indonesia yaitu Sr. Laurentia bersama  dewannya dan Sr.Catharinia yang waktu itu diberi tugas sebagai “ supervisor “ sekolah – sekolah milik CB, mengadakan pembicaraan bersama, yang akhirnya mengambil keputusan mendirikan suatu yayasan pendidikan. Keputusan itu di ambil pada 29 April 1952.,yang bertepatan dengan hari jadi Kongregasi CB yang ke – 115. Memang keputusan tersebut baru terwujud secara resmi di hadapan Notaris Rm.Wiranto di Yogyakarta pada 7 Juli 1952. Yayasan pendidikan itu diberi nama Yayasan Tarakanita. Adapun yang mengusulkan nama “ Tarakanita “ adalah Almarhum Bapak E. Djaja Endro, guru bahasa Jawa Kuno di SMAK Stella Duce. Tarakanita artinya “ Bintang Penuntun “. Tarakanita diambil dari Bahasa Sansekerta , yang dalam bahasa latin “ Stella Duce “.

Para pendiri Yayasan Tarakanita adalah sebagai berikut :
Sr. Ursulia CB , Sr.Catharinia CB , Sr.Bernardia CB , Sr.Marie Johanna CB , Ibu Hardjosoebroto , Bapak Markus Manguntiyoso , Bapak E.Sudarmo , dan Romo Van Thiel SJ.

Tawaran untuk membantu karya pelayanan pendidikan dari Gereja terus mengalir di berbagai daerah.Pada awal kemerdekaan Indonesia,ketika Batavia ( Jakarta ) menjadi ibukota Republik Indonesia, Mgr. Willekens meminta Murder Laurentia untuk membantu mengembangkan pendidikan di Ibukota. Tawaran tersebut baru di tanggapi dan ditangani pada tahun 1953 bersamaa dibukanya Novisiat CB di Kebayoran Baru. Dua orang novisnya, Sr.Emmanuella Jansen dan Sr.Marije Peters yang datang bersama Sr.theodora dari Belanda mulai mengajar di SD strada. Pada 1954 , karena persiapan untuk profesi ( pengikraran kaul ) keuda suster tersebut di gantikan oleh Sr. Borrmeo Sumirah menggantikan Ibu Sardjono menjadi Kepala Sekolah di SD tersebut. Karya pendidikan Ibu Sardjono menjadi Kepala Sekolah di SD tersebut .Karya pendidikan berkembang dengan baik, maka pada tahun 1957  Yayasan Strada menawarkan kepada pimpinan tarekat untuk mengambil alih pengelolaan seklah tersebut. Pada 1959 terjadi pengambil alihan pengelolaan sekolah, dan nama sekolahnya dig anti menjadi SD Tarakanita.

Sedikit demi sedikit karya pelayanan pendidikan para suster CB terus berkembang. Atas dorongan Mgr.A. Djajaseputro banyak dibuka sekolah baru dari tingkat TK, SD sampai SMA , dan SMEA/SMK baik di daerah Blok.B , Blok QQ, Patal Senyan di daerah Kebayoran, Pulo Raya, Pluit, dan Rawamangun.
SMEA Tarakanita dan LPK Tarakanita didirikan secara bersamaan atas prakarsa Sr.Emmanuella yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala sekolah SMA Tarakanita 1 Pulo Raya, tepatnya pada 10 Januari 1968. SMEA/SMK Tarakanita menempati gedung lantai III, sedangkan lantai I & II di pakai untuk SMA Tarakanita 1. Siang hari gedung sekolah di gunakan untuk LPK.

Pada 1972, LPK berubah menjadi Aksek/LPK Tarakanita dari tahun ke tahun mningkat baik dalam kualitas maupun kuantitas. Peningkatan tersebut menyebabkan kampus Pulo Raya tidak lagi menadai. Demi peningkatan mutu pelayan, didirikan kampus baru di Pondok Kelapa Jakarta Timur. Pada 1990 seluruh sivitas akademi pindah ke kampus baru. Mulai 2002, AKSEK / LPK Tarakanita.
Di Yogyakarta, pada 2 Februari 1967, dengan diprakarsai oleh Sr.Vincenza CB , didirikanlah  Akademi Kewanitaan, di singkat AKWA, untuk gadis – gadis lulusan SMA yang tidak dapat melanjutkan belajar di perguruan tinggi,terutama mereka yang langsung mempersiapkan diri untuk membangun keluarga. Tujuannya ialah untuk memberikan bekal, berbagai macam pengetahuan, dan keterampilan dalam mendidik anak , cara bergaul yang sehat dalam bermasyarakat, dan mengelola kehidupan rumah tangga yang dapat di pertanggung jawabkan.

AKWA,yang awalnya beraifat non – formal berkembang lebih lanjut dalam jalur pendidikan formal. Lewat SK Kopertis wilayah IV Yogyakarta, pada 18 Mare 1974, secra resmi, AKWA terdaftar menjadi akademi dengan nama AKTA (  Akademi Kesejahteraan Keluarga dan Teknologi Kerumahtanggaan ) Tarakaita dengan masa pendidikan tiga tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, lewat SK Menteri P&K RI No.1317/1086,tertanggal 23 Juli 1985, nama AKWA di ubah menjadi AKS ( Akademi Kesejahteraan Sosial ) Tarakanita, yang resminya bernama AKS “ AKTK “ Tarakanita dengan empat program studi, yaitu Tata Boga , Tata Busana, Tata Griya ,dan teknologi Kesejahteraan Sosial. Pengelolaan AKS Tarakanita semula ditangani oleh Yayasan Tarakanita Cabang Yogyakarta,namun pada 1992 diambil alih oleh Kantor Pusat Yayasan Tarakanita di Jakarta. Karena Yayasan Tarakanita hanya menangani pengelolaan pendidikan dasar dan menengah, maka pada 2003, dalam hal pengelolaan, AKS Tarakanita diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Tinggi Tarakanita.
Tahun 1995 karya pelayanan pendidikan para suster CB melebar sampai di Tangerang – Banten  Hal ini sebagai tanggapan atas tawaran dari PT.Jakarta Baru Cosmopolitan untuk membuka sekolah di lingkungan Perumahan Gading Serpong. Dan untuk menanggapi kebutuhan gereja setempat, atas dukungan Mgr.Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ , di buka sekolah di daerah Citra Raya, Tangerang.

Karya pelayanan pendidikan suster CB tidak hanya untuk melayani masyarakat di perkotaan saja. Panggilan pelayanan pendidikan untuk masyarakat kecil, miskin di daerah terpencil pun di tanggapi. Awal 1973, SD Katolik Ngembesan di daerah Wonokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta yang didirikan oleh Yayasan Aloysius Turi sejak tahun 1967, yang pada waktu itu sering di pakai praktik oleh para siswa tahun 1967, pada waktu itu sering di pakai praktik oleh para siswa SPSA ( SMPS ) Tarakanita  di serahkan pengelolaannya kepada  Yayasan Tarakanita karena kesulitan pendanaan. Peristiwa penyerahan tersebut terjadi pada 1 Januari 1973 dan dilaksanakan oleh  Bapak A. Harun atas nama Yayasan Aloysius Turi dan Sr. Bernardia dari pihak Yayasan Tarakanita Yogyakarta. Sekolah dasar lain yang pengelolaannya juga di serahkan kepada Yayasan Tarakanita bersama – sama SD Katolik Ngembesan adalah SD Katolik Tritis ( Yang pada waktu itu merupakan “ sekolah jauh “ dari SD Ngembesan sejak 1 Januari 1971 ). Sejak diserahkan pengelolaannya kepada Yayasan Tarakanita, maka nama SD Katolik Ngembesan berubah menjadi nama SD Tarakanita Ngembesan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

profile

VISI :  Yayasan Tarakanita, sebagai Yayasan Pendidikan Katolik yang dijiwai oleh semangat Tarekat Suster-suster Cinta kasih St. Carolu...